Betapa dunia ini tiada terkira. Rupanya, ayahku mengajak kami sekeluarga untuk berpindah ke Mesir. Sungguh mencengangkan bukan, betapa tidak? Ayahku mendapat tugas untuk bekerja di wilayah Mesir dengan jabatan barunya atas hadiah dari kerja kerasnya. Sebenarnya, aku setuju-setuju saja dengan tawaran itu. Tetapi, cukup berat rasanya meninggalkan teman-temanku yang telah ku anggap sebagai saudaraku sendiri. Tapi inilah pilihan.
Sebulan setelah ayah memberitahukan ajakan itu, kami pun segera berangkat ke Mesir. Ya, aku rasa ini sungguh menakjubkan. Sekian lama kudambakan untuk bisa melihat kemegahan piramida. Dan akhirnya akan menjadi kenyataan. Sebenarnya, bukan hanya itu saja, disana aku dapat menyaksikan secara langsung bagaimana sejarah tentang para nabi di jaman dahulu. Sungguh hal yang luar biasa.
Hari ini, adalah pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di tanah mesir. Aku merasa sedang bermimpi. Ini luar biasa. Setelah kami sampai di bandara, ayah mengajak kami ke sebuah rumah yang akan kami tinggali selama kami di Mesir. Jarak antara bandara dan rumah itu tak terlalu jauh. Dan sampailah kami di rumah baru kami.
Kebetulan minggu ini masih libur. Jadi masih ada waktu untuk mencari sekolah baru. Dan akhirnya ibuku mendaftarkan ku ke sekolah setingkat SMA di sana. Sekolah itu indah & rapi, terlebih sekolah itu adalah sekolah unggulan berstandar internasional. Dan aku hanya harus menempuh dua tahun untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Senang rasanya, aku jadi tidak sabar untuk masuk sekolah J.
Seminggu kemudian adalah saatnya aku masuk sekolah. Ya, ini hari pertamaku memasuki sekolah internasional, aku tak sabar untuk bertemu dengan teman-temanku di sekolah. Hari ini ibu mengantarku ke sekolah, sekolahku tak terlalu jauh dari rumah.
Karena aku sudah besar, ibu cukup mengantarku sampai di depan gerbang saja. Kemudian aku berjalan dan mencari kelasku. Tak lama ku temukan kelas itu. Ku lihat sudah banyak yang datang, dengan segera aku berjalan ke kelas. Sesampainya di depan pintu, “Assalamu’alaikum, am I late ?” tanyaku. Lalu seseorang menjawab dengan ramah “Wa’alaikumsalam, not yet friend, you come in certain time, let’s go in.” Segera aku memasuki kelas dan menyapa teman-teman sekelasku. Kemudian aku menaruh tasku di kursi paling depan kemudian beberapa temanku mengajakku keluar kelas sebelum bel berbunyi. Ku pandangi sejenak lingkungan sekolahku, aku jadi teringat dengan teman-teman di sekolah lamaku. Walau begitu, aku takkan melupakan mereka.
Beberapa saat kemudian bel berbunyi, kami pun segera masuk kelas. Kami segera duduk di kursi masing-masing. Hanya ada 25 siswa dalam satu kelas dan 25 meja untuk masing-masing siswa. Karena aku belum mengenal siapa-siapa di kelas itu jadi ku letakkan saja tasku di meja paling depan dan urutan ke 3 dari pintu. Karena guru kelasku telah datang, aku pun segera duduk di tempat yang sudah ku pilih tadi. Segera kami berdoa dan memberi salam pada guru kami. Setelah itu, ibu guru mengajak kami untuk memperkenalkan diri masing-masing. Yap, dimulai dari paling kanan. Aku mendapat giliran ketiga. Dan akhirnya, ini adalah saatnya aku maju untuk memperkenalkan diri. aku segera bergegas melangkah ke depan kelas dan menebar senyum manisku pada semua teman-teman baruku. Aku mencoba memperkenalkan diriku dan kepribadianku pada mereka. Mereka merespon dengan baik, dan kuperhatikan salah seorang temanku selalu melempar senyum manisnya padaku sedari aku datang ke kelas. Kuberitahukan semua halnya yang perlu mereka ketahui tentangku dan segera aku kembali ke tempat dudukku. Dan sekarang adalah giliran keempat untuk maju. Awalnya aku tidak terlalu memperhatikan siapa yang maju ke depan tapi sekilas ku lihat wajahnya, yap,dia adalah seseorang yang sedari tadi memandangku dengan ramah dan lembut. Hmm, segera kusimak perkataannya dengan seksama. Ya, dia adalah Zain, seorang pemuda berwajah arab yang pandangan matanya indah dan menyejukkan. Haha, hal yang paling tak kusadari adalah ternyata dia duduk di meja samping kiriku.
Setelah semua selesai berkenalan, ibu guru membuat sebuah games agar kami lebih mengenal satu sama lain. Ibu guru membagi kami menjadi 5 kelompok dan setiap kelompnya beranggotakan 5 orang. Ibu guru mengelompokkan ku dengan Aisha, Sofia, Qowarir dan Zain. Hahahaha..... aku merasa beruntung berada dikelompok ini. Setelah semua telah membentuk kelompok, ibu guru segera memberi tugas pada masing-masing kelompok. Diantaranya ada yang di tugaskan untuk menggambar,mewarnai gambar yang telah dibuat oleh kelompok lain dan menghias gambar yang telah dibuat. Kami sekelompok pun mendapat tugas untuk menggambar.
Kami berlima pun segera berdiskusi. Ibu guru memberikan tema tentang luar angkasa. Hm, tiba-tiba aku terpikir untuk menggambar rasi bintang dan segera aku beritahukan kepada mereka. Mereka pun setuju. Hmm, agar lebih menarik kami pun akhirnya menggambar rasi bintang berbentuk hati. Kami pun membagi tugas dalam kelompok, Sofia dan Qowarir yang menggambar 5 orang anak yang sedang menatap angkasa, sedangkan aku, Aisha dan Zain menggambar planet-planet dan rasi bintang berbentuk hati.
Setelah kami selesai, kami memberikan gambar itu pada kelompok lain yang bertugas untuk mewarnai dan menghiasnya. Setelah beberapa lama kemudian, gambar itu terselesaikan dengan sangat indah dan sempurna. Kemudian ibu guru memajangnya di belakang kelas. Aku sangat bahagia dengan suasana sekolah baruku. Selain suasananya yang kondusif, teman-temannya pun juga sangat mengesankan.
Kulalui hari-hariku di kelas ini dengan penuh semangat dan harapan. Selama dua tahun ini kulewati bersama teman-teman baruku. Mereka selalu memberi dukungan dan bantuan untukku. Terutama Zain, entah mengapa dia selalu ada disetiap aku membutuhkannya tetapi aku merasa berhutang budi padanya ketika ia memerlukan bantuan, aku sedang tak dapat membantunya. Satu hal yang tak dapat kulupa dari Zain adalah senyum yang manis, matanya yang indah dan pandangannya yang begitu menyejukkan. Ia selalu membuatku tenang tatkala aku merasa gugup. Dia selalu membantu menjelaskan tentang teori-teori yang sulit kupahami. Bagiku, Zain bukanlah hanya seorang teman saja tapi sudah kuanggap dia sebagai saudaraku.
Terkadang hatiku jadi haru ketika mengingat saat aku dan Zain mengikuti olimpiade. Walaupun aku dan Zain mengikuti olimpiade yang berbeda tapi diadakan dalam waktu dan tempat yang sama. Alhamdulillah, aku dan Zain mendapat juara umum untuk bidang masing-masing.
Karena itulah Zain memutuskan untuk melanjutkan berkuliah di Iran. Aku merasa sedih karena harus jauh dari Zain tapi apa boleh buat. Masih tersisa beberapa bulan untuk memutuskan semuanya. Aku pun berencana untuk mengambil kuliah kedokteran di Iran. Tapi aku juga rindu tanah airku. Tapi aku bisa mengambil beasiswa lokal di Mesir.
Karena aku tak tahu apa yang harus ku lakukan, ku coba saja semua hal itu. Dan kuputuskan untuk mengambil tes beasiswa ke Iran. aku telah memberitahukan kedua orang tuaku tentang rencanaku ini. Alhamdulillah, mereka mengizinkanku untuk hal itu. Tes beasiswa ke Iran itu tak selamanya mudah. Tak apa yang pertama gagal, lalu ku coba terus dan terus hingga aku akhirnya mendapat beasiswa ke Iran dan Subhanallah, aku mendapat beasiswa di universitas tempat Zain akan melanjutkan kuliah. Ternyata, Allah mendengar semua doaku dalam kegelisahan hatiku. Bertepatan dengan hal itu, aku mendapat kabar dari ayah kalau ia akan tugas di daerah Iran yang tempatnya tak jauh dari universitas itu. Sungguh suatu hal yang tak ternilai buatku, segala pujiku hanya untuk Allah swt.
Akhirnya kami sekeluarga pun bertolak ke Iran. sebelum berangkat ke Iran, aku mencoba memberitahukan hal ini pada Zain. Ketika mendengar hal itu, Zain sentak merasa begitu bahagia. Ia mengatakan akan menemuiku di bandara esok hari.
Dengan membaca basmalah, aku dan keluargaku berangkat ke Iran. sesampainya di bandara di Iran, aku segera melihat sekelilingku untuk mencari Zain. Tetapi aku tak melihatnya sama sekali, aku mencoba menelponnya tetapi tak diangkat dan terakhir ku sms saja. Mungkin karena hal itu aku jadi lupa dengan barang bawaanku. Ku tunggu dengan sabar, satu per satu koper keluar tapi aku tak melihat milikku dan sedari tadi kuperhatikan tidak ada seorang pun yang membawa tasku. Hingga semua tas selesai dikeluarkan, aku tak menemukan tasku juga. Aku menjadi cemas dengan hal itu, tapi aku tak boleh menyerah dan harus mencoba mencarinya lagi. Tiba-tiba seseorang memanggilku. Ternyata......... dia adalah Zain dan ia membawa koper yang sedari tadi kucari. “Oh,Zain.... you made me panic but thankyou for all.” Kemudian zain menjawab “Alright, I just really happy can meet you again here, it just like a dream.”
Kami pun segera beranjak dari bandara. Aku pulang bersama keluargaku dan Zain kembali ke asramanya. Sepertinya memang Zain tak berubah sedikitpun malah ku rasa ia menjadi pribadi yang lebih baik.
Ku rasa, kehidupan ku ini seperti sebuah cerita yang sudah memilik alur. Memang tak kubayangkan aku mengalami semua ini. Semuanya terjadi secara kompleks dan tak terjadi tak terduga. Semenjak aku pindah ke sekolah baru, hidupku telah berubah. Yang dulunya aku hanya berteman dengan orang-orang senegara saja, kini aku dapat berteman dengan orang-orang dari berbagai penjuru dunia. Rata-rata mereka hanya menetap sementara di Mesir. Tak hanya aku saja, beberapa temanku pun kini telah berpindah negara termasuk Zain.
Beberapa hari lagi adalah hari pertama masuk kuliah. Aku tak sabar untuk menunggu hari itu. Sebelum hari itu datang, aku menyempatkan diri untuk mengujungi kampus tempat aku akan berkuliah. Wah, ternyata tempat ini begitu mengesankan. Kampus ini begitu Islami dan canggih. Itulah alasanku mengapa aku memilih untuk bersekolah di Iran.
Kemudian aku berkeliling kampus ini. Ya, satu per satu fakultas kulalui. Hingga sampailah aku di depan fakultas teknik elektro, tempatnya bersebelahan dengan fakultas kedokteran. Ya, aku penasaran saja dengan tempat itu dan kemudian aku berkeliling di fakultas itu. Hmm, kupandangi satu per satu ruangan yang ada disana, hingga sampailah aku pada suatu ruangan. Awalnya aku hanya memandangi sekilas saja sekumpulan orang yang ada di ruang itu tetapi seketika mataku terperanjak dengan seseorang. Ku lihat ia sangat mirip dengan Zain tetapi entah itu adalah Zain atau bukan. Karena aku tak mau malu karena salah memanggil, segera aku meninggalkan tempat itu. Segera aku bergegas menuju fakultas kedokteran di samping fakultas teknik elektro.
Hmm, hari ini memang bukan hari untuk masuk kuliah tetapi sudah banyak orang disana. Segera aku mendatangi mereka. Ya, ku perhatikan satu per satu ruangan disana dan kudapati namaku terdaftar di kelas unggulan. Subhanallah, sungguh banyak kejutan buatku. Mengetahui hal itu. Aku jadi tak sabar untuk segera masuk kuliah.
Berkuliah di jurusan kedokteran memanglah panggilan jiwa. Hendaknya harus didasari rasa sosial dan kepedulian terhadap sesama. Senang rasanya aku dapat menjalani hal ini dengan baik. Dengan menjadi seorang dokter, aku dapat membatu banyak insan di bumi ini.
Beberapa tahun sudah kulewati hari-hariku di kampus ini. Bukan hanya ilmu yang bertambah tapi teman dan pengalaman juga bertambah. Aku tak merasa asing untuk bersekolah disini. Aisha, teman sekolahku dulu, ternyata ia sekelas denganku dan aku tak pernah merasa kesepian. Tak hanya Aisha. Zain, Qowarir dan Sofia pun berkuliah disini walaupun kami berbeda fakultas. Tetapi kami masih sering bertemu dan berbagi pengalaman tentang hari-hari kami di tempat ini.
Dan sampailah pada hari wisuda tepatnya adalah hari ini. Disini aku dapat bertemu dengan semua mahasiswa satu angkatan. Begitu banyak yang datang. Aku tak sabar untuk segera malngsungkan hal itu. Sesampainya di aula wisuda, kudapati keempat temanku telah berada disana. Mereka datang dengan orang tua mereka. Tetapi tidak dengan Zain, aku tak melihatnya datang dengan orang tuanya. Tetapi beberapa saat kemudian seorang wanita menghampirinya dan sepertinya itu adalah ibunya. Kemudian Zain dan ibunya menghampiriku. Sentak, aku terkejut. Ternyata ibunya Zain adalah seseorang yang pernah mengajarku, ya dia adalah salah satu dosen yang cukup ku kenal dengan baik. Ia baik dan perhatian, sama dengan Zain. Kini ku baru tahu mengapa Zain pindah ke Iran, dan selama ini dia tak pernah memberitahuku tentang hal itu. Ibu Zahira, ibunya Zain yang juga dosenku menyambut baik hal itu. Zain pun juga tak pernah memberitahu ibunya tentang hal ini. Kemudian Zain berkata sesuatu “Haha, this is life. We never know what will we meet.” Bagiku semua ini seperti sebuah sinetron saja dan aku hanya mengikuti alurnya saja.
Tibalah pada saat pengumuman kelulusan. Ini adalah bagian yang paling ditunggu-tunggu. Jantungku sentak berkontraksi dan berdetak lebih kencang. Tak sabar aku menunggu hasil belajarku selama ini. Dan beberapa saat kemudian diumumkan peraih nilai terbaik alis cum laude. Satu per satu dari seluruh fakultas diumumkan. Dan aku terperanjak kekita ku mendengar namaku masuk dalam nominasi peraih cum laude. Subhanallah, tak hanya aku saja begitu juga dengan Aisha, Sofia, Zain dan Qowarir. Sungguh tak kusangka semua ini.
Kami berlima pun memutuskan merayakan hal ini dengan berbagi pada sesama. Kami pun menginjungi daerah bekas konflik Afghanistan. Ketika kami sampai disana, keadaan masyarakat disana cukup mengkhawatirkan. Keadaannya saatlah tidak pasti, maka dari itu kami datang kesana untuk membantu mereka. Walaupun tak banyak yang dapat kami berikan tetapi antusias masyarakan disana begitu kondusif.
Setelah kami pergi ke Afghanistan, kami pun menyempatkan diri untuk berkunjung ke Mesir. Sesampainya kami disana, kami pun mengujungi sekolah kami dulu. Kemudian sampailah kami ke sekolah kami dulu. Segera kami menemui Ibu Hanifa, wali kelas kami dulu. Segera, kami melepas kerinduan setelah bertahun-tahun tak bertemu. Kami pun berbagi pengalaman kami selama kami bersekolah di Iran. Kebetulah hari ini kami diizinkan untuk menyapa dan berbagi cerita dengan adik-adik kami yang sekarang menempati kelas kami. Ketika kami datang, mereka begitu antusias. Ketika aku memasuki kelas itu, seakan-akan aku kembali ke masa lalu dan teringan saat kami berlima menggambar rasi bintang berbentuk hati. Kulihat, gambar itu masih tertata rapi dibelakang kelas. Masih sama dengan yang kami buat beberapa tahun yang lalu. Dan ada salah satu siswa di kelas itu bertanya mengapa kami menggambar rasi bintang berbentuk hati. Lalu aku menjelaskan semuanya, mereka pun terkesan dengan penjelasanku. Kami pun berbagi cerita tentang kami selama disana dan kami yang sekarang, hal itu ternyata memotivasi mereka. Aku pun jadi senang dapat membuat mereka termotivasi. Setelah kami usai melepas rindu di sekolah lama kami, kami pun segera bertolak ke kota Giza, tempat terletaknya piramid Giza. Sudah lama sekali ku impikan untuk pergi kesana dan hari ini semua terlaksana.
Akhirnya, kami pun sampai di Giza, ketika itu hari mulai sore dan langit berwarna oranye. Begitu megahnya piramid itu berdiri dan juga sphinx yang yang ada disisinya. Terhampar luas gurun pasir mengelilinginya. Sebelum hari mulai senja, kami pun berkeliling disana. Inilah pengalaman yang tak dapat ku lupakan.
Beberapa saat kemudian, matahari mulai turun ke peraduannya, lambat laut langit memerah dan menjadi gelap. Tetapi tak selamanya malam itu gelap dan kelam. Ku pandangi malam di Giza begitu indah, hari ini bulan sedang purnama, dan bintang-bintang pun berkelap-kelip. Sungguh menakjubkan. Kami berlima pun menatap ke angkasa. Kami pandangi langit begitu cerah tiada satupun awan mendung di langit. Kemudian Zain berbisik padaku “Hey, look at the sky and see the stars. It’s like a heart.” Aku segera memperhatikan bintang-bintang di langit. Aku baru menyadari bahwa rasi bintang di angkasa itu berbentuk hati. Segera, aku memberitahukan hal ini pada teman-temanku. Dan serentak kami memandang angkasa dengan seksama. Segera kami sadari bahwa bintang-bintang di angkasa membentuk sebuah rasi bintang berbentuk hati. Kemudian Sofia berkata “The sky was like our picture we had made. And this is the original view.”
Kemudian Qowarir dan Zain mengajak kami berkeliling. Baru saja beberapa langkah berjalan, mereka sudah menghilang. Segeralah kami bertiga mencari mereka. Setelah cukup lama berkeliling kami tetap tidak menemukan mereka. Kemudian dari belakang kami mendengar suara seseorang melangkah dan kami segera menoleh. Ternyata itu adalah Zain dan Qowarir yang sedang berusaha mengagetkan kami sambil menahan tertawa. Kemudian mereka berdua mengajak kami lagi untuk ke bukit di dekat tempat ini. Tetapi kami tak mau dikerjai untuk dua kalinya. Tapi kali ini mereka bersungguh-sungguh. Akhirnya kami pun bersedia untuk mengikuti mereka. Mereka mengajak kami ke sebuah bukit yang indah, disana kami dapat memandang langit dengan jelas dan indah. Karena kelelahan kami pun duduk sejenak dan memandang angkasa. Kemudian dari kejauhan Zain memanggilku dan segera aku menghampirinya. Setelah aku menghampirinya kemudian ia membacakanku sebuah puisi.
“ Dear my sis
Look at the sky
See the stars are twinkling
See the moon is smiling
They would give you love
Like me...
Always wanna there beside you
Like a sun at noon
Always shining your day
And the moon at night
Always accompany your dream
And the stars always making you smiling
I just trying to make it true
I wanna be a sun, a moon and stars for you
I wanna be like them
They always there just for you
Everytime you want
Everyday with you
Everysecond never leaving you
If you ever wanna take a star
Just take me into
If you ever wanna flying
Just call a wind and fly
Here and forever
The sun, the moon and the stars
Will always there for you
And I wanna paint the sky
And I’ll paint a beautiful love stars
And now.....
The stars create into a shape
And it was a beautiful heart ever
And this love stars....
I’ll presented for you “
Sungguh puisi yang indah. Hatiku tersentuh mendengarkan untaian kata-kata itu. Aku tak dapat melupakan segalanya yang terjadi hari ini. Zain, aku tak akan meninggalkanmu lagi.

0 komentar:
Posting Komentar